Pemberdayaan masyarakat bukanlah proses yang mudah. Seringkali, proses pemberdayaan masyarakat berujung kegagalan, karena dilaksanakan dengan pendekatan proyek. Padahal kita tahu bahwa pendekatan proyek sifatnya jangka pendek, parsial, dan tidak berkelanjutan. Demikian dikatakan Mahdi, Manajer Program SDA dan Perubahan Iklim Rumah Indonesia Berkelanjutan (RIB), dalam diskusi mingguan RIB, 28 Desember 2020.

Mahdi yang berpengalaman lebih dari 10 tahun bekerja di akar rumput untuk program pemberdayaan masyarakat, melanjutkan bahwa memberdayakan masyarakat itu membutuhkan pendekatan holistik. Selain mengajak masyarakat untuk berfikir maju, juga bagaimana mengubah cara pandang mereka terhadap dinamika sosial ekonomi di sekitarnya.

Yang penting juga, tambah Mahdi, masyarakat harus dibantu membuka berbagai akses untuk mendukung proses pemberdayaan. “Akses masyarakat yang perlu diperkuat termasuk akses informasi, pengetahuan, jaringan pasar, dan sebagainya”, tegas Mahdi.

Perencanaan partisipatif bersama masyarakat desa dengan mempertimbangkan kesetaraan gender, akan membantu dalam implementasi program pemberdayaan masyarakat dan CSR secara bagus di tingkat tapak. (foto: dokumentasi RIB)

Karena proses yang rumit dan kompleks, pemberdayaan masyarakat harus dilakukan secara bertahap. Menurut Mahdi, tahapan ini disesuaikan dengan perkembangan. Misalnya, tahun pertama fokus pada penguatan kelembagaan masyarakat. Tahun kedua, masuk dalam aspek produksi produk-produk unggulan, tahun ketiga memperkuat nilai tambah produk, tahun keempat memperkuat pasar dan akses pemasaran. Demikian seterusnya.

Tahapan-tahapan ini tidak harus per tahun, namun menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat itu sendiri. Karena itu, penting sekali bagi praktisi pemberdayaan masyarakat, praktisi CSR perusahaan, dan mereka pengambil kebijakan dalam pemberdayaan masyarakat, memahami tahap-tahap perkembangan dan perubahan sosial dalam masyarakat. (Admin)